Pages

Senin, 19 November 2012

VITAMIN A


VITAMIN A

Vitamin yang pertama kali ditemukan dari semua vitamin yang ada adalah vitamin A. Walaupun baru pada tahun 1928 dikenalkan nama vitamin A yang perkusornya adalah karoten(pigmen kuning tumbuh-tumbuhan) , tetapi sebenarnya sejarah membuktikan bahwa vitamin ini ditemukan  sejak 100 tahun SM oleh dokter  di Cina dan Mesir yang menemukan penyembuhan buta senja dengan menggunakan hati sapi yang dioleskan pada mata. Seiring kemajuan zaman, banyak dilakukaan penelitian mengenai kekurangan vitamin A yang tidak hanya mengakibatkan buta saja tetapi juga berdampak buruk terhadap kesehatan dan perkembangan anak. Disamping itu , sepuluh tahun terakhir  berdasarkan penelitian-penelitan yang dikutip oleh submit (1991), menunjukkan kemungkinan hubungan antara beta-karoten dan vitamin A dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung coroner dan kanker. Hal ini berkaitan karena fungsi beta-karotin dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap mikroorganisme atau proses merusak lainnya. Oleh sebab itu, dewasa ini para ilmuan sangat gencar meneliti mekanisme vitamin A dalam pencegahan kanker dan penyakit jantung.

Dilihat dari sifat kimianya, vitamin A adalah suatu Kristal alkohol berwarna kuning  yang larut lemak sehingga arbsobsinya membutuhkan cairan empedu dan pancreas. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimiaa aktif, yakni : retinol, retinal, dan asam asam retinoat. Retinol bila dioksidasi akan menjadi retinal dan retinal bisa direduksi jadi retinol . Selanjutnya, retinal dapat dioksidasi menjadi asam retionat. Hal ini lah yang terus terjadi di dalam tubuh kita.
Gambar 1. Struktur kimia 3 bentuk vitamin A dan beta karoten

Kita dapat melihat absorbsi, tranfortasi dan metabolisme Vitamin A di dalam tubuh.  Makanan yang kita makan mengandung Vitamin A yang  sebagian besar berbentuk ester retinil dan beta karoten yang kemudian di dalam lambung akan bercampur dengan lipida lain. Di dalam sel mukosa usus halus bentuk ester retinil di ombak oleh enzim pancreas menjadi retinol agar lebih mudah diabsorbsi. Retinol ini bereaksi dengan asam lemak dam membentk ester dan menyebrangi sel vili dinding usus halus dengan bantuan cairan empeedu kemudian diangkut oleh kilomikron melalui system limf ke dalam aliran darah menuju hati. Di hati ini lah tempat penyimpanan Vitamin A di dalam tubuh. Bila tubuh memerlukan, vitamin A dimobilitasi dari hati dalam bentuk retinol menuju sel yang membutuhkan seperti dalam sel mata(sebagai retinal) dan di dalam sel epitel (sebagai asam retinoat). Di sisi lain, hanya sepetiga dari semua karatenoid dalam makanan yang akan diubah menjadi vitamin A, sedangkan selebinya diabsorbi langsung ke dalam peredaran darah berbentuk karoten dengan bantuan lipoprotein. Karatenoid ini disimpan dalam jaringan lemak dan kelenjar adrenal.  

Banyak sumber vitamin A yang sering kita temui, baik itu dalam bentuk pangan hewani maupun pangan nabati. Bentuk aktiv vitamin A hanya terdapat dalam pangan hewani seperti hati, kuning telur, susu, dan mentega. Sedangkan pada pangan nabati mengandung karatenoid yang merupakan prekusor (provitamin) vitamin A. Dari beratus karatenoid , hanya dalam bentuk alfa, beta, gama, dan kripstosantin yang merupakan   bentuk provitamin A paling aktiv. Karatenoid ini terdapat dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam fotosintesis yang dilakukan klorofil, sehingga karatenoid banyak terdapat dalam  sayuran berwarna hijau. Selain itu karotenoid berbentuk karoten (pigmen kuning tumbuhan) juga terdapat dalam buah-buahan berwarna kuning-jingga, seperti wortel, tomat, jagung kuning, papaya, mangga, nangka dan jeruk.


Konsumi Vitamin A sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan memang sangat  menguntungkan bagi tubuh kita. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari vitamin A ini, diantaranya dalam pengelihatan , pertahanan tubuh terhadap infeksi, pendiferensiasi sel, serta pertumbuhan dan perkembangan.


Di dalam proses melihat, vitamin A dalam darah yang berbentuk retinol akan siap dialirkan ke sel mata kemudian dioksidasi menjadi retinal. Retinal ini akan mengikat protein opsin dan siap membentuk pigmen peneglihatan merah-ungu/ rodopsin. Bila ada cahaya mengenai retina, pigmen ini berubah menjadi kuning dan retinal dipisahkan dari opsin sehingga terjadi rangsangan elektrokimia yang merambat menuju otak dan menghasilkan bayangan. Sebagian besar retinol akan diubah lagi menjaadi retinal dan kembali mengikat opsin, begitulah seterusnya. Dalam hal ini, sebagian retinol akan hilang dan harus diganti  oleh retinol di dalam darah. Oleh sebab itu,  jumlah retinol yang tersedia dalam darah menentukan kecepatan pembentukkan kembali rodopsin, dimana ia merupakan reseptor pengelihatan di retina. Dalam hal ini sangat jelas membuktikan bahwa apabila asupan seseorang terhadap   Vitamin A tidak cukup, kandungan retinol di dalam darah pun menurun kemudian retina tak mampu menghsilkan pigmen pengelihatan rodopsin sehingga menimbulkan gangguan yaitu ketidaakmampuan menyesuaikan pengelihatan setelaah terkena cahaya terang bila kemudian dihadapkan ke daaerah remang-remang cahaya atau yang sering disebut buta senja.

Segala sesuatu yang masuk ke tubuh kita baik itu melalui apa yang kita konsumsi, pernafasan atau yang lainnya , akan dikenali sebagai produk asing bagi tubuh. Tubuh secara selektif akan memilah-milah produk yang bermanfaat bagi tubuh dan produk yang dapat membahayakan tubuh. Di sini tubuh akan menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk menlawan produk yang membahayakan ini. Dengan mengkonsumsi Vitamin A yang cukup maka retinol akan tersedia di dalam darah sangat berpengaruh pada pertumbuhan  dan diferensiasi limfosit B untuk meningkatkan respond antibodi yang bergantung pada sel-T.  Bila sistem kekebalan tubuh ini menurun diakibaatkaan oleh defisiensi vitamin A maka tubuh mudah terserang infeksi. Oleh sebab itu, Vitamin A diberi julukan vitamin anti-infeksi.  Di samping itu, sering ditemukan bahwa defisiensi vitamin A pada anak-anak cenderung menimbulkan komplikasi campak yang berakibat kematian.

 Diferensiasi sel sangat erat kaitannya dengan sel-sel epitel karena secara nyata sel-sel epitel khusus terutama sel-sel goblet,memiliki kemampuan untuk merubah sifat dan fungsinya semula.  Sel-sel goblet ini merupakan sel kelenjar yang akan mensintesis mukus /lender yang melindungi sel-sel epitel dari serangan mikrorganisme berbahaya. Sel-sel kelenjar ini akan menjalankan fungsinya dengan baik apabila asam retinoat tersedia karena asam retinoat ini memengang peran aktiv dalam aktivitas sel, salah satunya diferensiasi. Di sisi lain, kekurangan vitamin A akan menghalangi fungsi sel mengeluaarkan mukus sehingga sel-sel epitel bersisik dan kering (karatinasi). Efek ini dapat dilihat dengan jelas pada mata, terjadi kekeringan  pada selaput kornea karna kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata dan pelepasan sel-sel epitel kornea kemudian berakibat pada xerosis konjungtiva, Bitot’s spot(bercak putih keabuan pada konjungtiva) kemudian dapat mengarah pada xerosis kornea dan berakhir pada karatomalasia (kornea menjadi lunak dan pecah).




   
Gambar 2.  Ganguan defisiensi vitamin A pada mata

Asam retionat berpengaruh pada terhadap sisntesis protein, berarti juga berperan terhadap pertumbuhan sel. Olek sebab itu, vitamin A sangat dibutukan  untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi sehingga apabila terjadi defisiensi vitamin A akan mengakibatkan pertumbuhan tulang terhambat dan betuk tulang tidak normal serta gigi mudah rusak diakibatkan aktivitas atrofi sel-sel yang membentuk dentin.


          Bertitik tolak dari semua kejadian di atas, banyak gangguan yang dapat terjadi apabila asupan vitamin A pada tubuh kita tidak sesuai dengan angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan. Gangguan-gangguan ini baik diakibatkan oleh kelebihan vitamin A atupun defisiensi vitamin A.  Gangguan akibat kelebihan vitamin A tidak terjadi bila tidak memakan vitamin A sebagai suplemen dalam takaran berlebihan. Di smping itu, defisiensi Vitamin A tidak akan terjadi apabila kita menerapkan pola gizi seimbang dalam kehidupaan kita.





Referensi

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Bates CJ: Vitamin A. Lancet 345:31, 1995.
http://www.uveitissociety.org/pages/diseases/ocp.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar